Pada tanggal 2 Maret 2020, pergolakan Covid-19 di Indonesia bermula dari seorang ibu dan anaknya yang terpapar virus corona dari warga negara Jepang. Sejak saat itu, virus corona menjalar ke seluruh penjuru negeri. Hingga saat ini terhitung sejak 26 Desember 2020, terdapat 700 ribu kasus positif Covid-19 dengan penambahan 7.259 kasus positif. Penambahan kasus yang kian mengkhawatirkan mendorong pemerintah Indonesia untuk turut serta dalam pengembangan vaksin Covid-19.
Indonesia tak mau kalah, melihat negara lain yang kian gencar membuat vaksinnya sendiri, Vaksin Merah – Putih pun menjadi jurus pamungkas dengan pengembangan berbasis inactivated virus atau virus yang dilemahkan. Sayangnya, vaksin karya anak negeri tersebut belumlah rampung dan membuat pemerintah melalui Menteri Kesehatan RI bersama-sama dengan Menko Maritim dan Investasi, Menteri Luar Negeri dan Menteri BUMN mendatangkan vaksin dari luar negeri seperti vaksin Sinovac (RRT), Sinopharm (RRT) dan Astra Zeneca (Inggris). Serta bekerja sama dengan organisasi internasional, yaitu Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI).
Hingga saat ini vaksin Merah – Putih sedang dalam tahap pengembangan oleh Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman beserta keterlibatan enam institusi lainnya yaitu Lembaga Eijkman Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair). Selepas vaksin ini lulus uji klinis dan praklinis, diharapkan izin edar dapat dikeluarkan akhir tahun 2021, dan akan didistribusikan pada awal tahun 2022.
Sembari menanti pengembangan vaksin Merah – Putih, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memprioritaskan penggunaan vaksin yang datang dari luar negeri. Seperti kedatangan vaksin Sinovac asal Cina yang setelah diuji klinis terhadap 1620 relawan yang dilakukan beberapa waktu lalu di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, hanya ditemukan gejala ringan seperti nyeri dan pegal-pegal otot pada bekas suntikan. Hingga saat ini terlepas dari pro kontra keberadaan vaksin Covid-19, pemerintah tetap teguh dengan menargetkan vaksin dari RRT dan Inggris dapat memenuhi cakupan minimal 70% populasi masyarakat Indonesia. CEPI dan GAVI akan menjamin iming-iming akses vaksin terhadap 20% populasi Indonesia, kesiapan vaksin Merah Putih yang diharapkan dapat mencakup 100% populasi Indonesia. Ambisi itu pun kian diperkuat melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19, yang ditandatangani pada 5 Oktober 2020. Pada perpres, Presiden Joko Widodo mengamanatkan kepada Menteri Kesehatan untuk melakukan pengadaan dan pelaksanaan vaksin. Dalam melaksanakan mandat dari Perpres, Menteri Kesehatan memperhatikan pandangan dan masukan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PCPEN).
Panjangnya perjalanan pengembangan Covid-19 sudah selayaknya diawasi bersama. Akankah keberadaan vaksin mampu memberi secercah cahaya pada gulita dunia? Entahlah, yang jelas integritas seluruh pihak dari hulu ke hilir adalah kunci apakah vaksin dapat mendatangkan suka atau justru memunculkan duka. (kyu/ra)
Comments